Kamis, 18 Maret 2010

MENGENANG PROF. DR. RISWANDHA IMAWAN


“Gimana Komandan?” begitu Pak Ris (panggilan akrab Almarhum Prof. Dr. Riswandha Imawan) menyapa mahasiswanya. Cekatan dan selalu memakai intonasi tinggi sehingga terkesan tegas. Beliau selalu menganggap mahasiswa mempunyai potensi intelektualitas yang harus terus dikembangkan.

Beliau selalu berusaha tepat waktu dalam segala hal, apalagi jam kuliah. Pernah suatu ketika beliau mau memasuki ruangan kuliah sedangkan banyak teman-teman yang mengambil mata kuliah beliau masih asyik nongkrong disekitar ruangan, maka beliau sambil memasuki ruangan berkata, “Satu langkah di belakang saya, tidak boleh masuk!” sembari beliau menutup pintu. Banyak guyonan selama kuliah berjalan dan yang paling penting bahasanya mudah dipahami.

Yang paling saya kagumi selama ini beliau tidak berpolitik praktis, berbeda dengan Pak Amin Rais dan para intelektual lainnya yang “terjerumus” ke dalam politik praktis. Beliau tetap konsisten berada di menara gading Fisipol Universitas Gadjah Mada dengan segala kelebihan dan kekurangannya.

Ada lagi yang terkenang di benak saya ketika beliau menyarankan membeli bukunya Almarhum Abdul Azis Thaba, alasannya selain bagus juga untuk membantu anak-anak beliau yang masih kecil. Dan di bukunya Abdul azis Thaba saya sempat terhenyak dengan pada halaman persembahan yang berbunyi:

Buku ini dipersembahkan untuk

Syech Yusuf Tuanta Salamaka

Putera Gowa di abad tujuh belas,

Pahlawan nasional yang terlupakan

Ditakuti lawan, disegani kawan

Berarti di rantau orang, harum di negeri sendiri

Membangun bukit ilmu

Dan meraih gunung-gunung

Dari seorang putera Gowa yang lain

Tiga-empat abad kemudian

Baru mendaki bukit

Memandang gunung-gunung

Dan rantaumu belum lagi kujajaki

“jejakmu Karaeng,

Di sini sedang aku telusuri

Tala’ salapang masih kokoh berdiri”

Ada kesan yang menyentuh hati setelah membaca tulisan di atas. Semangat dan keinginan untuk maju yang sangat kuat.

“Eagle flies alone” yang selalu Pak Ris tulis di akhir tulisannya yang beliau artikan bahwa seseorang yang mempunyai prinsip dalam hidup ini akan selalu terasa sendiri. Hal ini memang saya rasakan juga dalam hidup saya. Dimana ketika kita menjadi bagian dari suatu sistem dan mencoba untuk merubah kebiasaan yang ada, kita terasa berjalan sendirian.

Hidup adalah perjuangan dan selalu ada pilihan-pilihan. Selamat jalan Pak Ris, kaki merapi masih tertancap kuat untuk menopang gunung merapi. Semoga tulisan ini bisa menjadi obat kangenku pada semua guru-guruku dari TK sampai dengan Perguruan Tinggi.

0 komentar:

Followers

 

FORUM KIBLAT. Copyright 2008 All Rights Reserved Revolution Two Church theme by Brian Gardner Converted into Blogger Template by Bloganol dot com