Sabtu, 09 Februari 2008

ANTARA GAZA DAN BALI

0 komentar
kispa.org - Rasulullah SAW telah mengajarkan kepada kita semua bahwa umat Islam itu laksana satu bangunan yang kokoh, di mana jika ada satu bagian yang disakiti, maka bagian yang lain juga turut merasakan. Satu merasakan lapar, maka yang lain harus bersikap empati untuk tidak berfoya-foya menghamburkan uang. Inilah yang saya ingat kuat-kuat dan saya berusaha untuk sekuat mungkin tidak ingin melukai perasaan saudara-saudara seiman saya.
Beberapa hari lalu, sejumlah teman mengajak saya berikut keluarga untuk pergi ke Bali. Kata teman saya, agenda utamanya adalah Mukernas sebuah partai politik. “Di Bali, partai kita akan menjadi partai politik terbuka, tidak lagi ekslusif. sebab itu Pulau Bali ditunjuk sebagai lokasi penyelenggaraan mukernas, ” ujarnya.
Saya sudah lama mendengar rencana ini. Bahkan saya tahu siapa aktor utama di belakang pemilihan Bali sebagai lokasi Mukernas. Pulau Bali sengaja dipilih agar partai politik yang awalnya berangkat dari kalangan pengajian ini dianggap sebagai partai terbuka. Sah-sah saja alasan demikian. Namun saya secara pribadi agak bingung rasionalisasi dari rencana itu. Saya pernah tinggal selama setengah tahun di Bali, dan saya tahu persis bahwa Bali itu hidup cuma malam hari, siang sepi sunyi. Saya tidak sampai hati mengatakan bahwa di sana itu gudangnya maksiat, tapi itulah yang saya alami sendiri.
Mengetahui saya agak berat untuk ikut ke Bali, kawan saya mencoba membujuk. “Di Bali, kita tidak hanya mukernas, tapi juga rihlah, sebab itu kita juga mengajak keluarga kita semua. Bahkan beberapa biro perjalanan sudah menyatakan mau bekerjasama…, ” ujarnya lagi.
Astaghfirullah… saya mengurut dada. Belum kering lidah ini berteriak-teriak selamatkan Muslim Gaza dalam demo kemarin di Jakarta, sekarang demikian mudahnya memikirkan rihlah, ke Bali pula… Ketika saat berteriak-teriak selamatkan Muslim Gaza kita hanya menyumbangkan One Man One Dollar. Tapi ke Bali…? Tentu berlipat-lipat dollar yang harus dikeluarkan dari kantong kita… Dan sungguh, uang yang kita keluarkan tentu banyak yang tidak mengalir ke kantong saudara-saudara seiman kita di sana… Bahkan bukan mustahil, uang yang keluar dari dompet kita akan mengalir ke Israel, karena banyak resor dan penginapan di Bali melakukan promosi besar-besaran dengan berbagai perusahaan dan media massa Zionis-Israel.
Saya masih terdiam. Saya tidak sampai hati untuk mengatakan apa yang berkecamuk di dalam dada saya. Sebagai seorang kader inti yang sudah mengaji sejak tahun 1980-an, seharusnya dia tahu apa yang membuat saya sangat berat untuk ikut ke Bali. …Saudara-saudara kita di Gaza, Falujah, kelaparan, hidup bagaikan di dalam neraka, kita di sini malah sibuk memikirkan rihlah ke Bali. Ya Allah… ampunilah hamba-Mu yang dhaif ini karena akal hamba tidak mampu menemukan urgensi antara Bali dengan Gaza…
Saya akhirnya menggeleng. Saya tidak sampai hati bersenang-senang, bermalam di kamar ber-AC, menikmati breakfast, lunch, dan dinner di hotel yang berkecukupan, pergi ke pantai di antara jejeran tubuh bugil para turis bule, sedangkan saudara-saudara saya di Gaza, Falujah, dan di belahan bumi lainnya masih hidup bagaikan di neraka jahanam. Saya tidak tega.
Kawan saya akhirnya menyerah. Dia tetap pergi bersama keluarganya ke Bali. Saya pulang malam itu dengan langkah gontai. Menyusuri gelapnya jalanan kompleks.
Ya Allah… Kian hari, saya kian merasa sendiri… Kian hari saya kian merasa terasing dari kawan-kawan sendiri… kian hari kian merasa sunyi…. kian terasa senyap dan perih…. Saya mencoba menghibur diri, “Toh, jika kita mati, kita pun akan sendirian…”
(Elegi akhir Januari 2008). (eramuslim/fn)
http://www.kispa.org/index.php/view/berita/datetimes/2008-01-30+13%3A55%3A32

Jumat, 08 Februari 2008

9 Kewajiban Muslim Terhadap Al Aqsha

0 komentar
Aslinya ada di sini

Oleh: Tim dakwatuna.com

dakwatuna.com - Kalau para ahli fiqh menentukan bahwa suatu kewajiban ada yang terbatas dari segi waktu, demi kemuliaan si pelaku atau karena kesitimewaan tempatnya. Maka suatu kewajiban yang agung yang harus dilakukan ummat pada zaman ini adalah terhadap Masjid Al-Aqsha, kiblat pertama umat Islam, masjids suci ketiga dalam ajaran Islam serta tempat isra’nya Rasulullah salallahu alaihi wasallam.Ada sembilan kewajiban yang harus diemban umat Islam saat ini, dimana pun mereka berada, yaitu :
1. Memproklamirkan jihad untuk membebaskan Al-Aqsha dan melindunginya dari para pengganggunya. Hal ini sudah disepakati oleh seluruh fuqoha’ (ahli fiqh) Islam. Mereka telah menetapkan, bahwa barang siapa yang menjajah sejengkal tanah dari kaum muslimin, maka hukumnya menjadi fardhhu ain bagi seluruh umat Islam untuk membebaskannya. Seorang perempuan boleh keluar tanpa izin dari suaminya, seorang budak boleh pergi tanpa izin dari majikanya, seorang anak boleh berangkat tanpa izin orang tuanya. Kalaupun Al-Aqsha telah lama dijajah, tetapi kewajiban ini belum lepas dari pundak setiap muslim. Mereka wajib membebaskanya sebelum dihancurkan oleh yahudi dan digantinya dengan Haikal Sinagog buatan mereka.
2. Mengalirkan darah dan mengorbankan nyawa demi mejaga Al-aqsha dari kehancuran. Ini suatu keharusan, karena sesuatu yang diambil dengan darah maka harus dikembalikan dengan darah. Karena sesungguhnya amalan yang paling Allah cintai adalah mengalirnya setetes darah dalam jihad fi sabilillah. Dalam salah satu riawayt diterangkan, Allah sangat kagum bahkan tertawa ketika melihat seseorang menceburkan dirinya dalam medan perang. Sementara teman-temanya pada mundur, kemudian ia terbunuh oleh musuh.
3. Memberikan hartanya untuk modal Jihad Fi Sabilillah di Palestina, di antaranya untuk melindungi Masjid Al-Mubarak. Dana ini diperlukan untuk melakukan renovasi, memeliharanya dari kerusakan, menggaji para pegawainya dan memberikan santunan bagi orang yang sukarela memelihara Al-Aqsha. memberikan bantuan bagi para keluarga yang bekerja di Al-Aqsha. Di samping itu, dana tersebut dapat digunakan untuk melakukan propaganda dan informasi bagi masyarakat umum.
4. Menyisihkan waktu untuk sesekali mengunjungi Al-Aqsha bagi yang tinggal dekat dengannya. Sebagaimana sabda Nabi salallah alaihi wasallam, “setiap mayit terhenti amal ibadahnya kecuali orang yang berjuang di jalan Allah”
5. Memanjatkan doa dengan segenap ketundukan dan pengharapan untuk perlindungan Al Aqsha dan mengajak kaum muslimin yang ada di barat dan timur untuk menjaga dan melindungi Al-Aqsha dari setiap penodaan. “Doa adalah senjata orang mukmin.”
6. Mejadikan Tema Al Qasha sebagai tema sentral umat Islam, dalam setiap kesempatan dan tempat; dalam seminar, kajian, ceramah, tabligh akbar, khutbah Jum’at dan lainnya dengan menjelaskan urgensinya, keutamaanya. Hingga al-Aqsha menjadi topic pembicaraan di setiap majelis, dijelaskan di setiap mimbar.
7. Menggunakan sarana jabatan, kedudukan public dan ketokohan untuk melindungi al-Aqsha, dengan melakukan lobi-lobi terhadap sentral pengambilan kebijakan agar memihak pada pembebasan Al Aqsha. Sampai Al Aqsha tersenyum kembali.
8. Menulis tentang al-Aqsha bagi yang biasa berdakwah lewat tulisan dengan menjelaskan sejarahnya, tempat-tempat bersejarah, kewajiban membelanya. Memaparkan kewajiban umat terhadap al-Aqsha, menyerbarkan tulisan tersebut agar al-Aqsha menjadi pembicaraan di tingkat dunia. Al-Aqsha adalah warisan dunia, tidak boleh diganggu gugat apalagi dihancurkan. Dan agar para pemikir di seluruh dunia yang masih memiliki hati nurani melakukan pembelaan terhadap al-Aqsha dan menjaga kehormatannya.
9. Berziarah ke Masjidil Aqsha, sebagaimana sabda Rasulallah sallallah alaihi wasalam, “Tidak disyariatkan bepergian kecuali bagi tiga masjid, Masjidil Haram, Masjidku ini (Masjid Nabawi) dan Masjid al-Aqsha.” Tentunya mempertimbangkan sisi pemasukan devisa untuk rakyat Palestina bukan justru menguntungkan Israil.
Dengan melakukan salah satu dari kesembilan kewajiban tadi, umat Islam punya alasan di depan Allah swt ketika ditanya tentang pertanggung jawaban mereka terhadap al-Aqsha. Tanpa melakukan apapun dari kesembilan tadi, maka tidak ada alasan yang dapat diterima di sisis-Nya. Ia tidak akan dihiraukan oleh Allah swt. Semoga Allah menolong kita semua. Allahu a’lam (Infopalestin).


Rabu, 06 Februari 2008

OPINI

0 komentar
QUO VADIS GERAKAN TARBIYAH (PKS)?
Oleh: Agus Taufik[1]


A. Mengenal Tarbiyah
Tarbiyah pada awalnya merupakan bentuk konsep system pembinaan yang diterapkan di lingkungan Ikhwanul Muslimin pimpinan Hasan Al Bana di Mesir. Jadi konsep Gerakan Tarbiyah di Indonesia terinspirasi dari Ikhwanul Muslimin. Dari segi bahasa, tarbiyah artinya pendidikan, yang dimaksud tarbiyah oleh kalangan Ikhwanul Muslimin adalah pendidikan dalam artian formal maupun informal. Pendidikan formal diwujudkan dengan mendirikan 200 sekolah, sedangkan pendidikan informal diwujudkan dalam pembinaan atau pembentukan (takwin) seperti melalui pengajian-pengajian kecil (dihadiri 10-15 orang) sebagaimana dirintis Hasan Al Bana di kota kelahiran Ikhwanul Muslimin, di Ismailiyah (Aay Muhammad Furkon, 2004). Gerakan Tarbiyah ini mulai berkembang sekitar tahun 1970-an dengan cara memanfaatkan masjid-masjid di kampus-kampus seperti di ITB, UGM, IPB, UI, Unair dan sebagainya. Akhirnya Gerakan Tarbiyah memanifestasikan dirinya pada tahun 1998 ketika terjadi euphoria politik, para aktivisnya mendirikan Partai Keadilan (PK) yang kemudian berubah menjadi Partai Keadilan Sejahtera (PKS).

B. Sistem dan Konsep Dakwah Tarbiyah
Cakupan konsep Tarbiyah Islamiyah adalah sebagai berikut: a. Individu, dengan seluruh unsur yang dapat membangun kepribadiannya; b. Rumah tangga muslim, dengan seluruh nilai dan moralitas yang harus ditegakkannya; c. Masyarakat muslim, dengan seluruh interaksi social dan pengaturannya; d. Umat muslimah, dengan seluruh aktivitas yang ada di dalamnya, dan e. Negara Islam, dengan system dan undang-undang yang harus ditegakkan di dalamnya (Ali Abdul Halim Mahmud, 2004).
Kalau dilihat kembali konsep dakwah yang menjadi rujukan Gerakan Tarbiyah yang merupakan salah satu bentuk Harakah Islamiyah di Indonesia yaitu konsep dakwah Hasan Al Bana, bahwa dalam dakwah harus ada proses Islamisasi baik dalam diri, keluarga dan masyarakat secara kaffah. Hal ini berarti setiap Gerakan tarbiyah harus berprinsip, pertama yaitu robbaniyah, dalam artian bahwa semua konsep, ide, akhlak, hukum-hukum, tradisi-tradisi bersumberkan Din Allah. Lebih tegasnya harus sesuai dengan Qur’an dan Sunnah.
Kedua, Jauh dari belenggu Para penguasa dan Para Politikus yang berarti tetap istiqomah dan tidak terpengaruh dari kegiatan politik dan kekuasaan yang cenderung tidak jauh dari sistem monopoli dan aspek kepentingan yang bisa mengotori harakah itu sendiri.
Ketiga, Melakukan Langkah-langkah Bertahap. Kesadaran akan jalan yang dilaluinya begitu berat dan panjang serta sasaran yang ingin dicapainya begitu besar dan luhur, maka harakah Islamiyah menjalankan langkah-langkahnya secara bertahap. Hasan Al Bana telah menggariskan tiga tahapan dakwah yaitu ta’rif, takwin dan tanfidz. Tahapan ta’rif ialah menyebarkan fikroh yang bersifat umum kepada halayak dengan cara kampanye kesadaran, bimbingan, mendirikan lembaga-lembaga yang bermanfaat dan cara-cara ilmiah lainnya. Tahapan takwin yakni tahapan seleksi terhadap para aktivis yang sudah terekrut, mengkoordinasikan dan memobilisasi untuk berinteraksi dengan objek dakwah. Tahapan Tanfidz, yaitu tahapan pelaksanaan amal menuju produktivitas kerja dakwah yang optimal
Keempat, Memprioritaskan kerja dan produksi daripada propaganda dan gambar-gambar. Hal ini dimaksudkan karena ajaran Islam menganjurkan demikian, menghindari amalan-amalan yang riya’, agar tenaga dan waktu tidak tersita selain oleh aktifitas produktif dan membangun.
Kelima, Politik “Nafas Panjang”, hendaknya orang yang berkomitmen terhadap harakah Islamiyah memiliki politik “nafas panjang” sehingga dakwah dilakukan atas dasar pandangan yang jelas dengan tujuan memperoleh ridhoNya.
Keenam, Kerja terbuka dan struktur yang rahasia. Suara Islam harus berkumandang. Namun keterbukaan dalam dakwah tidak berarti bahwa harakah Islamiyah harus buka-bukaan memamerkan program-program dan struktur organisasinya.
Ketujuh, Uzlah secara ma’nawi. Yaitu Uzlah sebagaimana dimaksud Sayyid Quthb, uzlah perasaan dan estetika agar tidak ternoda oleh debu-debu jahiliyah. Uzlah jiwa dan mempertahankan iman sambil terus berjalan ditengah-tengah system jahiliyah agar dapat membongkar kepalsuan-kepalsuannya, menentang kebathilannya serta memeranginya tanpa takut oleh siapapun kecuali Allah SWT. Uzlah yang dimaksud adalah menampilkan kekhasan yakni kekhasan golongan mu’min. Khas dalam berpikir, dalam presepsi, dalam akhlak, serta dalam perilaku.
Kedelapan, Tidak menghalalkan segala cara. Hal inilah yang harus diteguhkan dalam hati para pendakwah. Kalau sampai hal ini dilanggar akan menjadikan kerusakan sendi-sendi, nilai-nilai islam itu sendiri (Fathi Yakan, 1999).
Keterkaitan Gerakan Tarbiyah dengan PKS memang merupakan satu matarantai gerakan. Berawal dari Gerakan Tarbiyah itulah melalui para aktivisnya mengembangkan embrio ideology dan kemudian mendirikan Partai Keadilan tahun 1998 yang berubah menjadi Partai Keadilan Sejahtera pada tahun 2004. Selanjutnya PKS menjadikan system Tarbiyah sebagai bentuk pembinaan dan perekrutan anggota, salah satunya ialah “Kurikulum Tarbiyah: Panduan Liqa’ Anggota Pemula PK Sejahtera” (PKS, 2004), Manhaj Tarbiyah dan sebagainya.
Memang tidak akan mungkin ada dikotomi antara PKS dan Gerakan Tarbiyah, Gerakan Tarbiyah ya PKS, PKS ya Gerakan Tarbiyah. Itu bisa ditunjukkan dengan adanya Kurikulum Tarbiyah: Panduan Liqa’ Anggota Pemula PK Sejahtera yang mengandung makna kesatuan konsep dan system Tarbiyah dengan PK/PKS.

D. Ketidakistiqamahan Tarbiyah
Kalau dilihat kembali prinsip-prinsip dakwah serta konsep-konsep Gerakan Tarbiyah, seyogyanya mereka yang menamakan dirinya para kader dakwah harus melakukan muhasabah, mengoreksi diri kembali apakah langkah yang dilakukan selama ini sudah benar berdasarkan Al Qur’an dan sunnah atau justru malah jauh dari Al Qur’an dan sunnah. Pada awalnya banyak orang diluar Gerakan Tarbiyah simpatik dan ingin bergabung karena memang konsep-konsepnya begitu bagus serta menarik bagi mereka yang ingin mencari ilmu dan juga ingin menjadi kader-kader dakwah. Banyak kader dakwah yang militant yang telah dihasilkan oleh Gerakan Tarbiyah sampai dengan keputusan untuk menjadi sebuah partai politik pun konstituennya tetap loyal.
Banyak pertanyaan besar ketika Gerakan Tarbiyah berubah menjadi partai politik, karena pertama, system yang ada di Negara ini adalah system pagan. Hal ini jelas akan menjadikan PKS mengikuti nilai-nilai yang jauh dari Islam. Kedua, dengan berpartai maka subyektivitaslah yang berlaku. Ketiga, aspek kepentingan yang diutamakan sehingga menjadikan aspek nilai-nilai Islam tersingkirkan. Walaupun terjunnya Gerakan Tarbiyah ke Politik adalah dengan tujuan dakwah di parlemen, tapi dakwah yang mana yang telah berhasil di parlemen. Korupsi masih merajalela, umat Islam masih terpojokkan bahkan tujuan luhur Gerakan Tarbiyah yaitu terlaksananya hukum-hukum Allah dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa maupun bernegara atau yang lebih terkenal dengan Syariat Islam masih juga jauh panggang daripada api. Keempat, dengan berpartai semua amalan menjadi demi partai dan atas nama partai, sehingga nilai keikhlasannya pun dipertanyakan. Akhirnya perilaku ini akan termanifestasi ke dalam tindakan menghalalkan segala cara untuk mencapai kekuasaan.
Dwi Triyono selaku Ketua Departemen Wilayah Dakwah NTB-NTT PKS mengatakan bahwa PKS tidak malu-malu menginginkan dirinya sebagai partai penguasa. Dan mungkin wacana sebagai partai terbuka bagi non muslim terjadi karena kekalahan jago-jago yang diusung PKS dibeberapa wilayah, seperti Kota Bekasi, Jakarta dan Tangerang. PKS sebagai partai terbuka menunjukkan bahwa Gerakan Tarbiyah sudah tidak lagi istiqomah dalam menegakkan prinsip-prinsip dakwah Islam.
Kalau dilihat fenomena-fenomena yang terjadi dalam kehidupan politik yang mau tak mau “kotor”, tidak akan mungkin bagi PKS untuk tetap (istiqamah) dalam konsep dan system dakwah harakah Islamiyah atau gerakan Tarbiyah. Alih-alih berdakwah di parlemen yang merupakan bagian dari system pagan, bahkan PKS meninggalkan kekhasannya sebagai partai Islam dan demi kekuasaan (bukan demi Din Allah) PKS mau bekerja sama dengan non muslim yang notabene telah diperingatkan oleh Allah SWT bahwa Allah melarang mengangkat orang kafir sebagai teman setia atau penolong (QS. An Nisa: 144). Ibarat seekor sapi bersih dimasukkan kedalam kandang yang isinya sapi kotor, walhasil sapi bersih itu akan menjadi kotor. Tidak mungkin sapi bersih tadi bisa menularkan kebersihannya kepada sapi-sapi yang kotor. Sangat tidak mungkin, kalau tidak mau dibilang mustahil. Akhirnya si sapi bersih ikut menjadi sapi kotor. Naudzubillahi.
Penutup
Berdasarkan uraian di atas dapat diambil kesimpulan:
1. Mendahulukan perintah Allah dan rasulNya adalah suatu keniscayaan, sedangkan menafikannya akan mendatangkan kemurkaanNya. Mentaati seorang pemimpin harus dilihat apakah pemimpin itu sudah mentaati Allah dan rasulNya atau sudah sesuai dengan Qur’an Hadits atau belum. Jika tidak sesuai dengan Qur’an Hadits ya tinggalkan. Semua manusia dianugerahi pikiran untuk membedakan mana yang benar, mana yang salah. Semoga hati-hati para kader dakwah di negeri ini terbuka dan kembali lagi ke prinsip-prinsip dakwah yang menuntut kejujuran serta keikhlasan dalam beraktifitas dan niat karena Allah SWT semata.
2. Selama system pagan yang dipakai dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara maka dakwah dengan mengikuti jalan mereka akan sia-sia belaka, bahkan justeru akan menyebabkan kemudharatan bagi harakah Islamiyah. Tetap konsisten(istiqamah) pada nilai-nilai Islam akan lebih baik. Kekuasaan bukanlah segalanya, keridhoan Allah adalah segalanya.
3. Selama konsep politik diadopsi dari Negara-negara pagan, maka tidak seharusnya harakah Islamiyah mengikutinya. Demokrasi sebagai bagian dari nilai-nilai yang diagung-agungkan serta diikuti di negeri ini jelas-jelas terlahir dari konsep pagan. Akibatnya negeri ini menjadi tidak jelas. Sebagai contoh, reformasi yang sudah berjalan sepuluh tahunpun hasilnya tidak jelas. RUU APP pun tidak ketahuan rimbanya. Pilkada chaos dimana-mana.
4. Mengakomodir kepentingan orang non muslim akan menjadi boomerang dikemudian hari. Jangan sampai kepentingan sesaat mengorbankan kepentingan jangka panjang yang luhur yakni menegakkan syariat Islam untuk menggapai ridho Allah SWT.
Sebagai akhir dari tulisan ini, ingatlah firman Allah: ”Dan tidaklah kemenangan itu datang melainkan dari Allah” (Al anfal:10) “Dan kamu tidak menghendaki, kecuali jika Allah menghendaki” (Al Insan:30). Wallahu a’lam.










Followers

 

FORUM KIBLAT. Copyright 2008 All Rights Reserved Revolution Two Church theme by Brian Gardner Converted into Blogger Template by Bloganol dot com