Sabtu, 14 Januari 2012

HARUSKAH PETRUS DIHIDUPKAN LAGI?

1 komentar
Saat ini tindakan criminal semakin manjadi. Perampokan, pencurian, penculikan sudah menjadi berita sehari-hari. Bahkan pembunuhan dengan senjata api semakin marak. Sebenarnya dimana peran para penegak hokum sehingga tindak kajahatan semakin menggila? Penembakan di Tambun, pembunuhan dan perampasan motor di harapan indah, penculikan anak di Jatiasih, perampokan minimarket diberbagai kota adalah sedikit contoh semakin beraninya para penjahat melakukan aksinya.

Marilah kita mencoba kembali menelusuri kisah PETRUS yang sempat menghebohkan dunia. Ada seorang teman yang menshare tulisan ini via akun FBnya. Terlepas PETRUS itu melanggar HAM, paling tidak PETRUS bisa manjadi pengendali atau pengurang tindak kejahatan.

Mengungkap Misteri PETRUS (Penembak Misterius) Pada tahun 1980-an suasana kota Yogyakarta tiba-tiba berubah menjadi mencekam. Para preman yang selama dikenal sebagai gabungan anak liar (gali) dan menguasai berbagai wilayah operasi tiba-tiba diburu tim Operasi Pemberantasan Kejahatan (OM) yang kemudiart dikenal sebagai penembak misterius (Petrus). Ketika melakukan aksinya tak jarang suara letusan senjata para penembak misterius terdengar oleh masyarakat sehingga suasana tambah mencekam. Mayat para korban penembakan atau pembunuhan misterius itu urnurnnya mengalami luka di kepala serta leher dan dibuang di lokasi yang mudah ditemukan penduduk. Ketika ditemukan, mayat biasanya langsung dikerumuni penduduk dan menjadi head line media massa yang terbit di Yogyakarta. Berita tentang terbunuh-nya para tokoh gali itu sontak menjadi heboh dan menjadi bahan pembicaraan di semua wilayah DIY hingga ke pelosok-pelosok kampung. Meskipun merupakan pembunuhan misterius, hampir semua penduduk Yogyakarta saat itu paham bahwa pelaku atau eksekutornya adalah aparat militer dan sasarannya adalah para gali terkenal. Disebut sebagai gali terkenal karena tokoh di dunia kejahatan itu secara terang-terangan

Jumat, 13 Januari 2012

MEMILIH ATAU GOLPUT

0 komentar
PENDAHULUAN

MUI atau Majelis Ulama Indonesia pada Pemilu tahun 2009 memfatwakan bahwa GOLPUT alias tidak menyalurkan hak suaranya atau tidak ikut nyoblos pada PILKADA, PEMILU maupun PILPRES hukumnya HARAM. Padahal sebenarnya menyoblos atau menyalurkan suara ke partai atau cagub, cabup maupun capres adalah hak setiap warga Negara bukan kewajiban. Tambahan lagi GOLPUT itu juga hak yaitu hak untuk tidak memilih.

Selain fatwa itu syarat muatan politisnya, selama ini fatwa MUI cenderung untuk tidak ditaati. Sebut saja fatwa merokok itu haram. Justru para kyai itu mempunyai jabatan dalam struktur pabrik rokok dan sebagian besar ahli hisap (perokok).

Terlepas dari itu semua, memang umat Islam perlu adanya pertimbangan apakah mereka akan memilih atau golput. Semua ini bertujuan agar tidak ada penyesalan di dunia maupun di akhirat. Pada saat kita mendapat pemimpin yang jahat jangan sampai akhirnya hanya saling hujat di masyarakat, seperti dalam hadits Nabi, “ Sebaik-baik pemimpin kalian adalah yang kalian mencintai mereka dan mereka mencintai kalian, kalian mendoakan mereka dan mereka mendoakan kalian. Dan seburuk-buruk pemimpin kalian adalah yang kalian membenci mereka dan mereka membenci kalian, kalian melaknat mereka dan mereka melaknat kalian.” (HR. Muslim No. 1855 dan Ahmad No. 24027)

Atau penyesalan yang luar biasa di akhirat, seperti dalam ayat berikut:

“ Dan mereka semua (di padang Mahsyar) berkumpul untuk menghadap ke hadhirat Allah, lalu orang yang lemah berkata kepada orang yang sombong: sesungguhnya kami dahulu adalah pengikut kalian, maka dapatkah kalian menghindarkan kami dari azab Allah (walaupun) sedikit saja? Mereka menjawab: Sekiranya Allah member petunjuk kepada kami, niscaya kami member petunjuk kalian. Sama saja bagi kita, apakah kita mengeluh atau bersabar. Kita tidak punya tempat untuk melarikan diri.” (QS. Ibrahim:21).

Semua yang kita lakukan kelak harus dipertanggungjawabkan di hadapan Allah. Ketika kita masuk bilik suara untuk menyontreng pada hakikatnya kita sedang berhadapan dengan Allah.



MEMILIH UNTUK MEMILIH

Jika harus memilih maka pilihlah pemimpin yang kita kenal. Jangan pernah menjadi pengekor. Mengenal yang dimaksud adalah seperti halnya pengenalan Allah terhadap Nabi Yusuf (QS.12:55) yang menyebut dirinya hafidzun (yang sangat menjaga/amanah) dan ‘Alim (berilmu). Juga pengenalan Allah terhadap Nabi Musa sebagai pekerja yang disebut dalam QS, 28:260 sebagai Al Qowiy (yang kuat) dan Al Amin (yang amanah).

Penjelasan diatas dapat disimpulkan dalam dua indicator:

1. Integritas moral

2. Kompetensi

Integritas moral dapat tercermin dari hal yang berhubungan dengan orang banyak, seperti amanah. Amanah adalah integritas moral yang sangat penting keberadaannya pada partai atau calon pemimpin.

“Tidak ada seorang hamba yang diberikan amanah kepemimpinan, kemudian dia meninggal dan pada hari meninggalnya itu dia masih mempunyai kesalahan menipu rakyatnya, kecuali diharamkan baginya surge!” (HR, Bukhori no. 6731 dan Muslim no. 142)

Kompetensi menjadi penting dalam memilih seorang pemimpin karena tanpa adanya kompetensi, seorang pemimpin tidak akan mampu memahami persoalan rakyatnya apalagi untuk mengatasi persoalan. Nabi pernah menolak Abu Dzar al Ghifari untuk menjadi pemimpin, padahal beliau adalah orang sholeh. “Kamu jangan memimpin dua orang dan mengurus harta anak yatim!” (HR, Muslim no. 1826).

Jadi kesholehan saja belum cukup, apalagi hanya disebut ustadz, al hafidz atau atribut symbol keshalehan. Kompetensilah yang penting.



MEMILIH UNTUK TIDAK MEMILIH (GOLPUT)

Ikut serta memilih dalam pemilu, pilkada atau pilpres ada yang beranggapan sebagai bentuk amar ma’ruf nahi munkar, tetapi amar ma’ruf nahi munkar ini harus dihentikan atau kita memilih GOLPUT sesuai dengan firman Allah:

“Hai orang-orang yang beriman, urusilah dirimu sendiri; tiadalah orang yang sesat itu akan memberi mudharat kepadamu apabila kamu telah mendapat petunjuk.” (QS. Al Maidah:105).



Sabda Rasulullah:

“ Kalian harus tetap amar ma’ruf nahi munkar hingga kalian melihat:

1. Kekikiran yang ditaati

2. Hawa nafsu yang diikuti

3. Dunia yang lebih dipentingkan

4. Masing-masing bangga dengan pemikirannya sendiri

(Jika telah kamu lihat) maka urusilah dirimu sendiri dan tinggalkan urusan kebanyakan orang.” (HR. Abu Dawud, Tirmidzi dan Ibnu Majah, Tirmidzi berkata: ini hadits hasan, gharib, shahih)

Jelas dalam hadits diatas bahwa amar ma’ruf nahi munkar itu ada batasnya, yaitu jika 4 hal di atas sudah terlihat pada partai atau calon pemimpin. Kalau sudah begitu saatnya kita GOLPUT. (disarikan dari berbagai sumber)











Jumat, 01 Oktober 2010

0 komentar

PANCASILA DAN ISLAM

Oleh: Agus Taufik, S.I.P.


“Pancasila adalah hadiah terbesar umat Islam kepada Republik ini.” Ada tiga hadiah umat Islam(1) piagam Jakarta, (2) perubahan Piagam Jakarta tanggal 18 Agustus 1945; dan (3) umat Islam tidak pernah menampilkan konsepsi negara Islam secara kongkret.(Alamsyah Ratuperwiranegara;1982)

Islam dan Pancasila pada Masa Perjuangan

Sikap moderatnya umat Islam Indonesia untuk menerima Pancasila sebagai dasar negara adalah suatu hal yang luar biasa dalam rangka menunjukkan jiwa besar umat ini. Betapa tidak, umat Islam yang mayoritas di negeri ini tetapi bisa manafikkan keinginan untuk mendirikan negara Islam yang tentunya berlandaskan syariat Islam.

Sejak awal pergerakan nasional, umat Islam sudah menunjukkan loyalitasnya bagi negara. Pesantren dijadikan basis untuk mengobarkan perlawanan terhadap penjajah. Dari pesantrenlah muncul pemimpin-pemimpin nasional yang kelak dikemudian hari ikut menentukan nasib negeri ini. Sebut saja; K.H. Agus Salim, HOS Cokroaminnoto, K.H. Ahmad Dahlan, K.H. Hasyim Asy’ari, K.H. Wachid Hasyim, Ki Bagus Hadikusumo, K.H. Ahmad Sanusi dan Kahar Muzzakir. Keempat orang terakhir adalah juru bicara golongan Islam di BPUPKI dalam merumuskan dasar negara Republik Indonesia yang akhirnya menghasilkan Piagam Jakarta tanggal 22 Juni 1945 dengan menambahkan tujuh kata dalam sila pertama menjadi “Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya.”

Selanjutnya dalam sidang PPKI, golongan Islam dengan jiwa yang besar demi persatuan dan kesatuan bangsa dan negara rela menghapus tujuh kata dalam piagam Jakarta serta mengganti Allah dengan Tuhan, dan kata mukaddimah diubah menjadi pembukaan.

Walaupun banyak kalangan mengatakan bahwa hal itu adalah wujud daya tawar yang rendah golongan Islam, namun disitu pulalah letak kebesaran jiwa umat ini.

“…Indonesia yang baru lahir, bukan suatu negara Islam seperti yang dimaksud dalam konsepsi Islam ortodoks, dan juga bukan sebagai suatu negara sekuler yang memandang agama hanya sebagai masalah pribadi. Pembahasan mengenai masalah ini telah berakhir dengan suatu jalan tengah, yaitu dalam adanya gagasan mengenai suatu negara yang ingin mengakui suatu asas keagamaan, dan ingin bersikap positif terhadap agama pada umumnya serta dalam berbagai bentuk perwujudannya, atau menurut suatu slogan yang timbul belakangan, suatu negara yang ingin memandang agama sebagai suatu sumbangan yang mutlak terhadap nation building dan character building, “pembentukan bangsa serta pembinaan watak”. Jadi, penyelesaian secara Indonesia dari masalah ini bukanlah suatu undang-undang dasar yang mempergunakan peristiwa Islam tanpa sungguh-sungguh menerima makna Islamnya, tetapi penerimaan nilai-nilai kerohanian milik bersama seperti tercantum dalam Pancasila dengan sila pertamanya Ketuhanan Yang Maha Esa.” (B.J. Boland, 1985)

Boland berpendapat bahwa Indonesia bukanlah negara theokrasi ataupun negara sekuler, jadi Indonesia adalah negara yang unik. Islam menjadi ruh negara namun tidak mewujud secara nyata.

Pancasila dan Islam pada Masa Orde Baru

Hubungan negara dengan Islam yang bersifat antagonistik terjadi pada kurun waktu 1966-1981. Umat Islam termarginalkan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Banyak stigma-stigma buruk yang disematkan pada diri Umat Islam.

Akhirnya pada tahun 1982 Presiden Suharto menyampaikan pidato kenegaraannya di depan sidang pleno DPR dan memunculkan gagasan asas tunggal bagi semua ormas maupun orpol yaitu Pancasila. Pancasila sebagai asas tunggal menuai berbagai tanggapan, tetapi akhirnya bisa diterima terutama bagi umat Islam. Menteri Agama Munawir Sjadzali dalam berbagai kesempatan berupaya meyakinkan tokoh-tokoh Islam bahwa Pancasila tidak bertentangan dengan nilai-nilai Islam.

Menurut Menteri Agama, ada beberapa nilai dasar dalam ajaran Islam yang menjadi pedoman dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara:

1. perhatian yang seimbang antara kesejahteraan rohani dan kebahagiaan kehidupan duniawi;

2. pengakuan atas hak-hak perorangan, persamaan antara sesama manusia dan pemerataan keadilan;

3. sistem musyawarah dalam penanganan masalah bersama;

4. kepemimpinan adalah amanah dan tanggung jawab; dan

5. keharusan patuh dan taat kepada (para) pemegang tampuk pimpinan

Nilai-nilai dasar ini pada hakikatnya telah terumuskan dengan baik dan serasi dalam Pancasila (Munawir Sjadzali;1983). Gagasan asas tunggal ini menimbulkan pro dan kontra selama 3 tahun. Peristiwa Tanjung Priok menjadi puncak ketidaksetujuan umat Islam yang kontra terhadap asas tunggal.

Pancasila dan Islam pada Masa Kekinian

Berubahnya sistem politik menjadikan asas tunggal pada Era Reformasi ini bukanlah suatu keharusan. Semua boleh memiliki asas atau ideologi sesuai dengan keyakinan masing-masing. Awal euforia politik ditandai dengan berbagai macam ormas maupun orpol yang terang-terangan berasas Islam. Tetapi kemudian menjadi kurang efektif alias kehilangan momentum, sehingga terutama orpol yang berasas Islam tidak berani secara terang-terangan mengungkapkan konsepsi Islam dalam bernegara atau mengusung syariat Islam. Apalagi stigma teroris yang mau tidak mau sangat menyudutkan umat islam di negeri ini sampai dengan saat ini.

Last but not least, Islam sebagai ideologi tidak bisa dibandingkan dengan Pancasila. Islam adalah agama yang diturunkan Allah agar manusia selamat dan nilai-nilai yang terkandung didalamnya sempurna, sedangkan Pancasila adalah hasil pemikiran manusia yang tentunya banyak kekurangan dan kelemahan. Wallahu a’lam

Followers

 

FORUM KIBLAT. Copyright 2008 All Rights Reserved Revolution Two Church theme by Brian Gardner Converted into Blogger Template by Bloganol dot com